Minggu, 25 Desember 2016

Acara I. Pembuatan Media PDA dan Bibit F0 Jamur Merang

ACARA I.  PEMBUATAN MEDIA PDA DAN BIBIT F0 JAMUR MERANG
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam mengawali Budidaya jamur maka hal yang perlu diperhatikan ialah Memilih Bibit yang paling baik. Adapun cara untuk mendapatkannya kita dapat membeli langsung ditempat perbenihan jamur atau budidaya jamur yang telah ada. Namun pada budidaya jamur kali ini dalam memenuhi kewajiban mata kuliah Praktikum Pertanian tanpa tanah, mahaiswa diharuskan membuat Bibit F0 yang kemudian dapat digunakan sebagi induk awal dalam pembibitan. Adapun jamur yang digunakan disini adalah jamur Merang.
Jamur  atau  cendawan  adalah  tumbuhan  yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa. Hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebut miselium. Reproduksi jamur, ada yang dengan cara vegetatif ada juga dengan cara generatif. Jamur menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya untuk memperoleh makanannya. Setelah itu, menyimpannya dalam bentuk glikogen. Jamur merupakan konsumen, maka dari itu jamur bergantung pada substrat yang menyediakankarbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya. Semua zat itu diperoleh dari lingkungannya. Sebagai makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif, atau saprofit.
Cara hidup jamur lainnya adalah melakukan simbiosis mutualisme. Jamur yang hidup bersimbiosis, selain menyerap makanan dari organisme lain juga menghasilkan zat tertentu yang bermanfaat bagi simbionnya. Simbiosis mutualisme jamur dengan tanaman dapat dilihat pada mikoriza, yaitu jamur yang hidup di akar tanaman kacang-kacangan atau pada liken. Jamur berhabitat pada bermacammacam lingkungan dan berasosiasi dengan banyak organisme. Meskipun kebanyakan hidup di darat, beberapa jamur ada yang hidup di air dan berasosiasi dengan organisme air. Jamur yang hidup di air biasanya bersifat parasit atau saprofit, dan kebanyakan dari kelas Oomycetes.
Jamur ada yang dapat dikonsumsi dan ada pula yang tidak dapat dikonsumsi atau beracun. Sehingga dalam praktikum ini akan membahan dan membudidaya jamur yang dapat dikonsumsi. Sehingga dapat bermanfaat bagi manusia dan lingkungannya.

B.     Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum acara I. Membuat Bibit F0 adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa dapat membuat dan membiakkan bibit F0 jamur melalui kultur jaringan dan spora.
2.  Mahasiswa mampu membedakan biakan dengan kultur jaringan dan spora.
3.  Mahasiswa Mampu membuat Media berkembangbiaknya jamur (PDA).



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kistinnah (2010), menyatakan bahwa secara alamiah, jamur dapat berkembang biak dengan dua cara, yaitu secara aseksual dan seksual. Secara aseksual dilakukan dengan pembelahan, yaitu dengan cara sel membagi diri untuk membentuk dua sel anak yang serupa, penguncupan, yaitu dengan cara sel anak yang tumbuh dari penonjolan kecil pada sel inangnya atau pembentukan spora. Spora aseksual ini berfungsi untuk menyebarkan speciesnya dalam jumlah yang besar dengan melalui perantara angin atau air.
Ada beberapa macam spora aseksual, di antaranya seperti berikut: Konidiospora, merupakan konidium yang terbentuk di ujungatau di sisi hifa. Ada yang berukuran kecil, bersel satu yang disebut mikrokonidium, sebaliknya konidium yang berukuran besar dan bersel banyak disebut makrokonidium. dan Sporangiospora, merupakan spora bersel satu yang terbentuk dalam kantung yang disebut sporangium, pada ujung hifa khusus.
Jamur merang merupakan organisme yang tersusun atas komponen dasar berupa hifa yang terbentuk seperti benang halus dan panjang. Sebagian hifa dibatasioleh dinding melintang yang disebut septa/sekat , namun ada pula hifa yang tidak memiliki sekat/ asepta. Selanjutnya kumpulan hifa tersebut membentuk misellium yang menyusun tubuh buah. Jamur merang telah lama dibudidayakan sebagai bahan pangan, karena termasuk golongan jamur yang enak rasanya. Jamur merang umumnya tumbuh pada media yang merupakan sumber selulosa, misalnya, pada tumpukan merang, dekat limbah penggilingan padi, limbah pabrik kertas, ampas batang aren, limbah kelapa sawit, ampas sagu, sisa kapas, kulit buah pala, dan sebagainya. (Anonim.2011)

Klasifikasi jamur merang :
Kingdom         : Fungi
Divisi               : Amastigomycota
Sub Devisi       : Basidiomycotea
Kela                 : Basidiomycetes
Ordo                : Agaricales
Famili              : Plutaceae
Genus              : Volvariella    
Spesies            : Volvariella volvacea
Sesuai dengan nama ilmiahnya, Volvariella volvacea, jamur ini memiliki volva atau cawan berwarna cokelat muda yang awalnya merupakan selubung pembungkus tubuh buah saat masih stadia telur. Dalam perkembangannya, tangkai dan tudung buah membesar sehingga selubung tersebut tercabik dan terangkat ke atas dan sisanya yang tertinggal di bawah akan menjadi cawan.Jika cawan ini telah terbuka akan terbentuk bilah yang saat matang memproduksi basidia dan basidiospora berwarna merah atau merah muda. Selanjutnya basidiospora akan berkecambah dan membentuk hifa. Setelah itu, kumpulan hifa membentuk gumpalan kecil (pin head) atau primordial yang akan membesar membentuk tubuh buah stadia kancing kecil (small button), kemudian tumbuh menjadi stadia kancing (button), dan akhirnya berkembang menjadi stadia telur (egg). Dalam budi daya jamur merang, pada stadia telur inilah jamur dipanen.
(Suriawiria,2006) Jamur merang tumbuh di lokasi yang mempunyai suhu 32¬-38°C dan kelembapan 80-90% dengan oksigen yang cukup. Jamur ini tidak tahan terhadap cahaya matahari langsung, tetapi tetap membutuhkannya dalam bentuk pancaran tidak langsung. Derajat keasaman (pH) yang cocok untuk jamur merang adalah 6,8-7. Jamur merang kaya akan protein kasar dan karbohidrat bebas N (N-face carbohydrate). Tingkat kandungan serat kasar dan abu adalah moderat, sedangkan kandungan lemaknya rendah. Nilai energi jamur merang rendah, namun merupakan sumber protein dan mineral yang baik dengan kandungan kalium dan fosfor yang tinggi. Kandungan Na, Ca, Mg dan Cu, Zn , Fe cukup. Kandungan logam berat Pb dan Cd tidak ada, sehingga jamur merang sangat baik digunakan sebagai bahan makanan sehari-hari. Kandungan protein jamur merang mencapai 1, 8 persen, lemak 0.3 persen, dam karbohidrat 12 – 48 persen. Jamur merang kaya akan protein, sebagai makanan anti kolesterol, eritadenin dalam jamur merang dikenal sebagai penawar racun, dan banyak mengandung antibiotik yang berguna untuk pencegahan anemia. Menurut penelitian jamur juga dapat digunakan untukmengobati kanker.
Anonim (2010) menyatakan bahwa hal penting yang harus dipenuhi adalah menciptakan dan menjaga kondisi lingkungan pemeliharaan (cultivation) yang memenuhi syarat pertumbuhan jamur tiram. Hal lain yang penting adalah menjaga lingkungan pertumbuhan jamur tiram terbebas dari mikroba atau tumbuhan pengganggu lainnya. Tidak jarang pembudidaya jamur tiram mendapati baglog (kantong untuk media jamur tiram) ditumbuhi tumbuhan lain selain jamur tiram, hal ini disebabkan proses sterilisasi yang kurang baik dan lingkungan yang tidak kondusif. Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk melakuka budidaya jamur tiram ini, tahapan pemeliharaan atau penanaman jamur tiram meliputi persiapan sarana produksi dan tahapan budidaya jamur tiram. Tahapan ini merupakan proses budidaya jamur tiram dari mulai pembuatan media sampai proses pemanenan jamur tiram. Jika anda tidak ingin repot menyemai benih, anda bisa membeli baglog yang sudah siap dengan benih jamur tiram yang sudah siap dibudidayakan.
Teknik kultur jaringan menuntut syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi dalam pelaksanaannya. Laboratorium harus menyediakan alat-alat kerja, sarana pendukung terciptanya kondisi aseptik terkendali dan fasilitas dasar seperti, air, listrik dan bahan bakar. Pelaksanaan kultur jaringan memerlukan juga perangkat lunak yang memenuhi syarat. Dalam melakukan pelaksanaan kultur jaringan, pelaksanaan harus mempunyai latar belakang ilmu-ilmu dasar tertentu yaitu botani, fisiologi tumbuhan ZPT, kimia dan fisika yang memadai.
Rangkaian metode BMM diawali dari persiapan alat, bahan, dan pembuatan biakan murni. Pembuatan biakan murni membutuhkan tiga tahap yang meliputi pengambilan spora atau jaringan dari jamur, pembuatan media agar (PDA), proses inokulasi (Sugianto, 2005).
1.      Pengambilan Spora atau Jaringan Jamur : dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah metode pelaksanaannya dalam mengambil(mengisolasi) bagian tanaman, seperti protoplasma, sel, jaringan dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik. Jamur yang akan dijadika tetua atau sumber spora harus dipilih dari strain yang unggul, sehat dan memilki daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan. Spora terletak dibawah tudung tepatnya pada insang. Tudung dibersihkan dan permukaannya didesifektan dengan alkohol 70% kemudian dipotong dengan pisau steril. Spora ditangkap atau dicetak dengan bantuan kertas filetr. Hasil cetakan spora disimpan pada lemari pendingin. Spora dikecambahkan pada cawan petri yang telah diisi dengan media agar, kemudian di inokulasikan pada biakan agar miring pada tabung reaksi. Dalam hal ini memerlukan kecermatan dan penguasaan teknik mikrobiologi yang tinggi. Namun kesulitan dalam pembuatan bibit ini dapat diatasi dengan cara kultur jaringan, disamping tingkat keberhasilannya tinggi juga waktunya relatif singkat. Kelebihan lain kerana bibit diambil jaringan induk amka kemungkinan ketidaksesuaian anatara sifat induk dengan turunan relatif lebih kecil (Sugianto,2004).2.
2.      Pembuatan Media Agar (PDA).
Media biakan didefinisikan suatu substrat atau wahana untuk pertumbuhan jamur. Berdasarkan pada macam bahan yang digunakan, media untuk membiakan jamur ada tiga macam, yaitu : media alam, media semi sintetik, dan media sintetik. Media lam dicirikan dengan komposisi zat gizi yang terkandung didalamnya tidak dapat diketahui dengan pasti, kandungannya berubah – ubah tergantung pada macam bahan alam yang digunakan. Ciri media smei sintetik selain bahan alam yang digunakan ditambah dengna bahan kimia yang komposiisnya diketahui dengan pasti, contohnya adalah PDA. Sedangkan pada media sintetik semua kandungan nutrisi bahan tersebut dapat diketahui dengan pasti, contoh czapek agar. Media untuk menumbuhkan jamur pangan pada umumnya merupakan media lam media semi sintetik (Gunawan, 2005).
Suginato (2004) menjelaskan bahwa media yang umum digunakan untuk membuat biakan murni dari jamur kayu adalah PDA (Potatoes Dextrose Agar), PDAY Amandemen (Potatoes Dextrose Yeast Agar), dan MEA (Malt Extracs Agar). Diantara ketiganya PDA merupakan media yang paling murah dan akurasi hasilnya dan sering digunakan. Adanya kontaminan sanagat mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan miselium, maka dari itu sebelum digunakan media disterilkan, dibebaskan dari kehidupan jasad makro. Cara yang umum digunakan adalah panas lembab (cara basah) dengan menggunakan autoklav. Tekanan yang diperlukan 15 lb selama 15 menit pada temperatur 1210C.
3.      Inokulasi dari Biakan Murni.
Biakan murni ditetapkan sebagai biakan yang diberi kode F1 atau keturunan F1. Biakan murni F1 diperbanyak pada agar – agar miring dan jika seluruh permukaan agar – agarnay telah dipenuhi miselium maka biakan ini merupakan keturuna F 2 atau biakan induk F2 (Gunawan, 2005).
Kelemahan Metode Biakan Murni Miselium (BMM) adalah berdasarkan hasil evaluasi dan pengalaman bertahun – tahun dari peneliti maka metode BMM memiliki beberapa kelemahan antara lain: (1). Waktu dari persiapan sampai diperoleh bibitnturunan ke tiga diperlukan waktu ideal 132 hari. Jika bibit harus melalui tahap pengujian sampai pengukuran Efisiensi Biokonversi waktu yang diperlukan 252 hari. Konsekuensi dari hal itu maka menyebabkan harga bibit jamur kayu relatif mahal. Upaya – upaya yang selama ini dilakukan oleh para pemerhati di bidang pembibitan jamur masih berkisar mencari formula untuk mempercepat proses pembibitan. Hal ini tetap tidak membawa perubahan berarti karena metode yang digunakan tetap. Jalan satu – satunya untuk mempercepat proses pembibitan maka sangat diperlukan metode yang jauh lebih efektif dan efesien tetapi hasilnya minimal sama kualitasnya dengan metode BMM.
Pelaksana akan berkecimpung dalam pekerjaan yang berhubungan erat dengan ilmu-ilmu dasar tersebut. Pelaksana akan banyak berhubungan dengan berbagai macam bahan kimia, proses fisiologi tanaman (biokimia dan fisika) dan berbagai macam pekerjaan analitik (Yusnita, 2003).
Kadang-kadang latar belakang pengetahuan tentang mikrobiologi, sitologi dan histologi. Pelaksana juga dituntut dalam hal keterampilan kerja, ketekunan dan kesabaran yang tinggi serta harus bekerja intensif. Pekerjaan kultur jaringan meliputi : persiapan media, isolasi bahan tanam (eksplan), sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, aklimatisasi dan usaha pemindahan tanaman hasil kultur jaringan ke lapangan. Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, karena setiap tahapan pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan tersendiri (Yusnita, 2003).
  
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A.    Waktu dan Tempat
           Praktikum Pertanian Tanpa Tanah pada acara pembuatan F0 jamur ini dilakuakan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta pada Bulan Maret – Mei 2016 pukul 07.00 WIB s/d selesai.
B.     Alat dan Bahan 
a.    Alat
1.         Botol Pipih
2.         Autoclaf
3.         Kapas
4.         Karet
5.         Alumunium Foil
6.         Cutter
7.         Pinset
8.         Bunzen
9.         Alkohol
10.     Gelas ukur
11.     Kotak pembibitan
b.   Bahan
1.         Kentang 200 gr
2.         Dextrosa 20 gr
3.         Agar 20 gr
4.         Air steril / air destilasi 1 liter
5.         Induk jamur

C.    Cara kerja
a.    Langkah pembuatan cairan PDA :
1.      Mencuci Kentang dengan air bersih.
2.      Merebus kecambah dengan air sebanyak 1ltr selama -+ 15-20 mnt atau sampai lunak kira-kira air menjadi 500 ml dari 1ltr tadi
3.      Mengambil cairan hasil rebusan kedalam gelas ukur dengan takaran 450ml-500ml
4.      Masukan Dextrosa dan Agar- agar masing-masing 7gr seperti keterangan di atas
5.      Mengaduk sampai larut dan merata kemudian masukan cairan tadi kedalam botol (tabung reaksi tergantung keinginan) masing-masing 10ml
6.      Kemudian tutup botol /tabung dengan kapas dan lapisi dengan kertas email kemudian ikat dengan karet bila perlu.
7.      Mensterilkan botol yang berisi cairan PDA tersebut dalam Autoclave selama kurang lebih 30-45 menit dalam suhu 121°c, tekanan 1,5 - 2 atm. Pertahankan kondisi ini selama kurang lebih 45 menit.
8.      Mendinginkan hingga suhu kurang lebih 37°c
9.      Mengeluarkan botol-botol tadi dan letakkan dalam posisi miring/tidur agar cairan bisa melebar dengan tujuan memperbanyak area media. Jangan sampai cairan mencapai mulut botol. Jika cairan PDA agar tadi sudah mengeras, barulah siap untuk di Inokulasikan bibit yang didapat dari jamur langsung.
Catatan : Sebelumnya botol dibersihkan dan disteril dengan merebus botol dengan air mendidih selama kurang lebih 10 menit. Memang dalam membuat bibit PDA, kebersihan, sterilisasi tempat, alat dan bahan adalah syarat utama dalam menunjang keberhasilannya.
b.   Dengan kultur jaringan :
1.      Menuang/ memasukkan media PDA yang sudah dibuat dari Erlenmeyer ke dalam petridish, memasukkan media tersebut dalam keaadaan masih agak panas agar belum membentuk jel/mulai memadat dan di dekat lampu Bunsen yang sudah dinyalakan.
2.      Sambil menunggu media padat menyiapakan alat-alat yang akan digunakan, alat-alat tersebut sudah dalam keadaan steril (pinset, blade, petidish), LAFC dibersihkan menggunakan alkohol dan di UV terlebih dahulu 20-30 menit, setelah akan digunakan LAFC blower dan lampu dihidupkan.
3.      Mencuci jamur merang (Volvariela Volvaceae) yang akan digunakan untuk bahan bibit dengan kultur jaringan.
4.      Memasukan kedalam laminar yang sebelumnya disemprotmenggunakan alkohol, selain media yang dimasukkan alat-alat yang lain yaitu petridish, scapel, blade, lampu bunsen dan jamur, semua disemprot alkohol terlebih dahulu.
5.      Setelah semua alat dan bahan siap, bisa langsung dilakukan inokulasi eksplan dengan cara:
·         Memasang blade pada scapel
·         Menyalakan lampu Bunsen
·         Mensterilkan pinset dan scapel diatas bara lampu bunsen yang sebelumnya dicelupkan kedalam alcohol
·         Membelah jamur merang menjadi 2 bagian diatas permukaan petridish, didalam belahan tersebut terdapat seperti tankai itu di potong menjadi beberapa bagian
·         Potongan-potongan bagian tubuh jamur tersebut dimasukkan kedalam media, masing-masing media dalam petridish diisi 3 potongan
·         Setelah digunakan scapel dan blade kembali disterilkan
6.      Setelah inokulasi selesai diberi label dan disimpan dalam ruangan gelap dan steril.
7.      Melakukan pengamatan secara berkala, bila terjadi kontaminasi segera dipisahkan dan dibersihkan.
8.      Setelah miselium memenuhi petridish maka sudah siap digunakan untuk membuat bibit F1.

c.         Dengan spora :
1.    Menuang/ memasukkan media PDA yang sudah dibuat dari Erlenmeyer ke dalam petridish, memesukkan media tersebut dalam keaadaan masih agak panas agar belum membentuk jel/mulai memadat dan di dekat lampu Bunsen yang sudah dinyalakan.
2.    Sambil menunggu media padat menyiapakan alat-alat yang akan digunakan, alat-alat tersebut sudah dalam keadaan steril (pinset, blade, petidish, tissue), LAFC dibersihkan menggunakan alkohol dan di UV terlebih dahulu 20-30 menit, setelah akan digunakan LAFC blower dan lampu dihidupkan.
3.    Mencuci jamur merang (Volvariella volvaceae) yang akan digunakan untuk bahan bibit dengan kultur jaringan.
4.    Setelah media padat, media tersebut dimasukkan kedalam laminar yang sebelumnya disemprot menggunakan alkohol, selain media yang dimasukkan alat-alat yang lain yaitu petridish, scapel, blade, lampu bunsen dan jamur, semua disemprot alkohol terlebih dahulu.
5.    Setelah semua alat dan bahan siap, bisa langsung dilakukan inokulasi eksplan dengan cara:
·      Memasang blade pada scapel
·      Menyalakan lampu Bunsen
·      Mensterilkan pinset dan scapel diatas bara lampu bunsen yang sebelumnya dicelupkan kedalam alcohol
·      Memotong tangkai jamur mengguankan scapel dan pinset. Bagian yang digunakan adalah bagian tudungnya
·      Mengambil tissue dan ditaruh di pemukaan petridish, kemudian pegang tudung jamur menggunakan pinset dan bagian lamela diketuk-ketukkan kedalam tissue agar spora dalam jamur tersebut jatuh ke dalam tissue
·      Spora yang ada pada tissue tersebut dimasukkan ke dalam media PDA dengan cara hati-hati.
·      Setelah inokulasi selesai diberi label dan disimpan dalam ruangan gelap dan steril
·      Melakukan pengamatan secara berkala, bila terjadi kontaminasi segera dipisahkan dan dibersihkan.
·      Setelah miselium memenuhi petridish maka sudah siap digunakan untuk membuat bibit F1.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
  Hasil Pengamatan
Setelah melakukan praktikum atau percobaan pembuatan bibit F0 dengan media PDA dilakukan denan dua teknik atau cara yaitu dengan cara pengambilan tubuh buah jamur dan dengan cara spora jamur,  maka diperoleh hasil sebagai berikut :
1.      Tubuh buah jamur
Petri 1, media jatuh, tidak beraturan, dan terjadi kontaminasi
Petri 2, terkontaminasi, jamur jadi, akan tetapi tidak tumbuh misellium
2.      Teknik subkultur
Petri 1, terjadi kontaminasi & tidak tumbuh
Petri 2, terjadi kontaminasi
Pembahasan
Praktikum yang dilakaukan dalam pembuatan bibit F0 jamur Merang (Volvariella volvacea) menggunakan 2 teknik yaitu dengan menggunakan eksplan yang berasal dari jaringan tubuh buah jamur (teknik F0 dari jaringan) dan menggunakan eksplan yang berasal dari subkultur F1 (Teknik F0 dari subkultur). pada pembuatan bibit F0 yang menggunakan jaringan dalam praktiknya praktikan membuat sebanyak 2 petridisk. Sedangkan pada teknik subkultur praktikan membuatnya sebanyak 2 petridisk.
Bedasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan, bahwa dari 2 petridisk yang di isi media PDA dari ekstrak kentang dan ditanami eksplan jamur merang yang berasal dari jaringan batang tubuh jamur tidak ada yang berhasil tumbuh, namun ada satu yang sudah hampir jadi akan tetapi tidak tumbuh miselium. Dan dari semua petri disk terjadi kontaminasi setelah 2 hari masa inokulasi.
Pengamatan dilakukan ± 1 minggu setelah inokulasi eksplan. Dengan variabel pengamatan adalah presentase kontaminan, pertumbuhan jamur, dan saat pemenuhan dalam petri. Diketahui bahwa pada saat pengamatan ada satu media ada yang rusak, tidak beraturan, menempel pada bagian atas dan bawah petridisk sehingga tidak ada pertumbuhan jamur eksplan yang nampak. Selain itu media yang semula bening menjadi agak kecoklatan. Pada petri disk yang kedua terlihat presentase kontaminan mencapai 50%. Ditandai dengan adanya jamur kontaminan yang menyelimuti sebagian dari media sehingga berwarna agak keputihan yang juga tumbuh di sekitar eksplan bibit F0 yang diinokulasi. Jamur yang tumbuh banyak didominasi oleh jamur kontaminan bukan bibit F0 yang diharapkan.
Pada hasil pengamatan petridisk yang pertama yang menyebabkan media ekstrak kentang tidak beraturan yaitu rusak dan menempel pada bagian atas dan bawah PDA adalah karena pada saat proses penuangan media, media yang dituang belum benar-benar memadat sehingga saat dibalik media jatuh. Apabila media agar yang dituang pada petridisk sudah dalam kondisi memadat dan ditunggu beberapa saat sebelum dibalik hasilnya media akan berada pada posisi normal yaitu tidak jatuh meskipun dibalik possisi petridisknya. Sebenarnya pembalikan posisi petridisk apabila tidak dilakukan tidak akan memberikan pengaruh yang sangat nyata pada pertumbuhan bibit F0. Akan tetapi hal itu dilakukan untuk mengantisipasi adanya uap yang berasal dari media saat pada kondisi panas.
Kegagalan pertumbuhan jamur yang didominasi oleh jamur atau bakteri kontaminan seperti yang terjadi pada petridisk kedua diakibatkan oleh beberapa hal. Diantaranya:
1.      Kurang sterilnya ruangan LAF
Hal yang sangat penting diperhatikan pada pembuatan bibit F0 adalah sterilitas. Ruangan LAF adalah tempat yang sangat penting karena segala aktifitas sterilisasi dan inokulasi dilakukan di LAF. Jadi, sterilitas LAF memegang pengaruh yang cukup besar bagi tumbuh-tidaknya eksplan. Ada indikasi yang menyebabkan tumbuh suburnya kontaminan pada media bahwa pada saat melakukan proses pembuatan bibit F0 ruangan belum steril sehingga kontaminasi rata. Kehadiran kontaminan dapat menjadi pesaing dalam mendapatkan nutrient pada substrat, yang menyebabkan kegagalan pertumbuhan bibit F0. 
2.      Bahan jamur yang disterilkan alcohol masih mengandung air
Bahan berupa eksplan dari jaringan batang tubuh jamur merang yang digunakan pada praktikum sebelumnya disterilkan terlebih dahulu dengan dimasukkan dan direndam beberapa waktu kedalam alcohol. pada saat proses inokulasi, jamur  masih mengandung cairan alkalcoholtika ditanam pada media agar (ekstrak kentang) sehingga air menyebar kesana-kemari menyebar ke berbagai permukaan media sehingga menyebabkan kontaminasi.
3.      Peralatan yang disterilisasi hanya setengah dan tidak menyeluruh
Peralatan yang tidak steril akan menyebabkan bakteri atau jamur penyebabkan  kontaminan cepat tumbuh. Sebenarnya pada praktikum ini sudah dilakukan sterilisasi pada peralatan yang digunakan akan tetapi belum maksimal. Pada saat sterilisasi scalpel yang digunakan pada saat pemotongan eksplan hanya disterilisasi sebagian saja yaitu bagian yang digunakan untuk memotong. Sedangkan pada bagian yang digunakan sebagai pegangan saat pemotongan tidak disterilkan atau tidak disemprot alkohol. Hal ini menyebabkan saat pemotongan bagian tubuh yang akan dijadikan sebagai eksplan bagian ujung tidak steril.
4.      Ruangan LAB kurang bersih
Laboratorium merupakan faktor utama dalam melaksanakan praktikum dan sebagai penentu keberhasilan suatu praktikum. Kurang terjaganya kondisi Lab dan terlalu banyaknya praktian yang keluar masuk Lab membuat kondisi ruangan pada saat melakukan praktikum menjadi penyebab kontaminasi dimana bakteri yang ada terbawa dan kontaminasi.
Pada pengamatan hasil bibit F0 dari subkultur F1, kegagalan pertumbuhan jamur dikarenakan ketidakmahiran kelompok dalam melakukan setiap mekanisme proses dan beberapa aspek yang kurang diperhatikan pada saat proses inokulasi. Sebenarnya ada tanda-tanda kemungkunan bibit akan tumbuh, akan tetapi karena keterlambatan pengamatan menyebabkan akhirnya bibit terkontaminasi juga. Sebenarnya secara teknis cara pembuatan bibit F0 menggunakan subkultur lebih mudah disbanding dari jaringan tubuh buah. Teknik subkultur relative tidak terlalu menuntut kondisi lingkungan yang sangat steril dan tidak harus berada pada LAF. Prosedur yang dilakukanpun relative lebih sederhana. Akan tetapi meskipun seperti itu setiap alat dan bahan yang akan dipergunakan tetap harus disterilkan untuk menyokong keberhasilan pertumbuhan bibit F0.



BAB V
KESIMPULAN
Setelah melakukan praktikum atau percobaan pembuatan bibit jamur F0 , maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Bibit jamur Merang F0 adalah bibit jamur indukan dengan media agar-agar (PDA) yang berasal dari ekstrak kentang.
2.      Pembuatan bibit induk F0 pada jamur pangan (edible mushroom) dapat dibuat dengan 2 cara yaitu menggunakan metode jaringan dan subkultur.
3.      Kultur jaringan adalah mengambil bagian dari jamur untuk  ditumbuhkan pada media PDA agar  dapat berkembang dan memperbanyak diri.
4.      Kegagalan sebagian besar bibit F0 diakibatkan adanya kontaminasi baik dari metode subkultur atau jaringan.


DAFTAR PUSTAKA

Cahyana,Y. A., Muchrodji, dan M. Bakrun.  1999.  Pembibitan, Pembudidayaan dan Analisis Jamur Tiram.  Bogor.  Penebar Swadaya.  63 hlm.
Daisy P. Sriyanti dan Ari Wijaya. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta : Kanisius.
Suriawiria.  2006. Budidaya Jamur Tiram.  Kanisius.  Yogyakarta.  55 hlm.
Suryowinoto, S. M., dan SuryowinotoM., 1977. Perbanyakan Vegetatif Pada Anggrek, Yayasan Kanisius, hal. 70.
Yusnita, 2003, Kultur Jaringan, Agromedia, Pustaka, Jakarta



Tidak ada komentar:

Posting Komentar